Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

Nanoteknologi Ultrasonik Membuka Jalan Untuk Melakukan Analisis Sel Tunggal

Teknik nanoteknologi ultrasonik yang dikembangkan oleh para peneliti dari University of Nottingham memungkinkan para tenaga medis untuk melakukan diagnosa tingkat seluler untuk mendeteksi penyakit-penyakit berat. Teknologi tersebut mengaplikasikan ultrasonik untuk melihat ke dalam sel. Sebelumnya, ultrasonik biasa digunakan untuk sonogram atau alat deteksi janin. Komponen dari mesin yang baru ini akan ribuan kali lebih kecil dari mesin yang sebelumnya ada.
Skala pengukuran yang digunakan cukup kecil sehingga diagnosa sel tunggal dapat dilakukan pada tubuh manusia. Fungsi utamanya ditargetkan untuk lebih memahami struktur dan fungsi sel, serta mempercepat deteksi abnormalitas yang menyebabkan penyakit-penyakit kronik, seperti kanker.
Ultrasound itu sendiri merupakan gelombang suara yang frekuensinya terlalu tinggi untuk didengar oleh pendengaran manusia, biasanya lebih dari 20 kHz. Ultrasound medis menggunakan transduser elektrik seukuran kotak korek api untuk memproduksi gelombang suara dengan frekuensi yang 100-1000 kali lebih tinggi lagi untuk memperoleh gambaran seluruh tubuh.
Grup peneliti dari Nottingham berupaya untuk membuat versi yang lebih kecil lagi dari semua teknologi ultrasonik yang selama ini ada. Transduser yang digunakan akan berukuran sangat kecil hingga 500 buah alat tersebut bisa disusun selebar rambut manusia. Gelombang suara yang dihasilkan pun akan ribuan kali lebih tinggi, mencapai jangkauan GHz.
Tantangan dari proyek ini tentu saja berpusat pada masalah teknik pembuatan. Untuk memproduksi ultrasonik, dibutuhkan ultratransduser. Hal ini berarti membagi-bagi transduser seukuran kotak korek api menjadi ukuran nano. Selanjutnya, perlu dirancang kabel-kabel halus yang dapat menghubungkan alat mungil tersebut dengan sumber listrik. Masalah pelik ini dijawab dengan membuat sebuah teknologi alat optik untuk meradiasikan cahaya laser yang dapat menghasilkan ultrasonik.
Aplikasi teknologi baru ini tidak hanya terbatas pada dunia medis saja, tetapi ini akan mengubah penggunaan mikroskop atau alat detektor lainnya secara keseluruhan. Kini, kita dapat mengamati objek dengan resolusi yang lebih teliti dari mikroskop optik, bahkan hingga ke skala molekul. Selain itu, para pelaku industri dapat menggunakannya untuk mendeteksi kerusakan paling kecil yang mempengaruhi kualitas dan ketahanan material, serta menghindari kerusakan dan penurunan performa mesin.
Saat ini, nanoteknologi ultrasonik digunakan dalam industri pesawat terbang untuk mendeteksi retakan dan kerusakan lainnya yang tidak terlihat. Alat tersebut juga digunakan untuk meneliti metamaterial; komposit kompleks yang proses inspeksinya cukup rumit.
Di sisi lain, kemajuan nanoteknologi menuntut kemajuan yang sejalan dalam nanoteknik. Teori-teori dan aplikasi skala laboratorium nanoteknologi tidak akan ada gunanya tanpa diimbangi oleh penemuan alat baru yang memungkinkan teori tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi para ilmuan dan ahli teknik untuk menciptakan kerjasama yang harmonis bagi masa depan nanoteknologi.

Nanoteknologi Jadikan Listrik Sel Surya Efisien


JAKARTA--MI: Dengan membuat sel surya berbahan baku Titanium dioksida (TiO2) yang diproses hingga seukuran nano (10 pangkat minus sembilan meter), konversi cahaya matahari membuat listrik menjadi sangat efisien.

Nanoteknologi meningkatkan sensitivitas sel surya sehingga konversi cahaya matahari menjadi energi listrik lebih efisien kata Dosen Fakultas Teknik UI Akhmad Herman Yuwono, peraih hibah Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) untuk risetnya, di Jakarta, Selasa.

Panel surya yang biasa digunakan untuk membangkitkan listrik di daerah terpencil masih diimpor dan sangat mahal. Ia memberi contoh, panel surya yang biasa dijual di pasar berbahan baku silikon harganya mencapai Rp5 juta per panel.

Jika penggunaan panel surya untuk menghasilkan listrik ini bisa lebih efisien, tentu dana pembelian panel ini bisa lebih murah, kata Akhmad yang mengajukan proposal riset tersebut bersama dua rekannya dalam satu tim.

Saat ini, urainya, bahan baku sel surya TiO2 sudah mulai sering diriset untuk menggantikan bahan baku silikon, karena pembuatannya sederhana dan investasi pabriknya tak perlu dana besar seperti halnya pabrik silikon.

Pengembangan struktur nano, lanjut dia, secara khusus ditujukan untuk memperoleh perilaku transpor elektron dan penghasil muatan yang diinginkan sel surya sehingga mampu meningkatkan daya sensitivitas konversi cahaya matahari menjadi listrik hingga delapan persen.

Ia berharap, ke depan Indonesia yang merupakan negeri kepulauan dan membutuhkan banyak pembangkit listrik tenaga surya segera mampu membangun pabrik sel surya sendiri setelah mulai ditemukannya bahan baku pengganti yang proses pembuatannya lebih murah. Bersamaan dengan itu tentu saja perlu menggunakan nanoteknologi yang membuat sel surya lebih efisien, katanya.

Saat ini, ujarnya, juga sedang mulai dirintis riset-riset yang
memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai zat pewarna yang digunakan untuk meliputi TiO2 sehingga makin sensitif menangkap cahaya matahari untuk dikonversi sebagai listrik. (Ant/OL-01)

Sumber: Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NjEyNjg=